- See more at: http://alanjogja.blogspot.com/2010/09/cara-meringkas-postingan.html#sthash.3mIQJlfZ.dpuf
RSS

Postmodernisme Dalam Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

   1.1  Latar Belakang
Lintasan sejarah mencerminkan perkembangan peradaban manusia di muka bumi. Gelombang perubahan tersebut terejewantahkan dalam perkembangan kehidupan sosialnya. Manusia senantiasa merasa tidak puas dan tidak dapat bertahan dengan perkembangan pengetahuan pada periode-periode sebelumnya.
Secara teologis, pengetahuan animisme, bergeser menuju dinamisme dari dinamisme menuju ke politeisme, dan politeisme menuju konsep monoteisme. Menyangkut paradigma ilmu pengetahuan, dari teosentris, ke empirisme, dari empiris ke rasionalisme, dari rasionalisme ke positivisme, dari positivisme ke materialisme, dari materialisme ke idealisme dan pada tataran tertentu intuisionisme juga mendapat posisinya sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Berbagai simbol telah diciptakan manusia untuk dilekatkan mewakili bahasa manusia dalam menyebut pergeseran paradigma pemikiran dan pengetahuan manusia dari waktu ke waktu.
Kerangka pikir atas pergeseran pengetahuan manusia mengacu pada sebuah frame besar yakni masa kuno/klasik, masa pertengahan, masa modern dan postmodern. Secara siginifikan masa klasik dan pertengahan di barat, wacana pikir dan rasionalisme manusia, belum mendapatkan porsi yang signifikan. Pada masa modern rasio manusia seolah-olah sebuah kendaraan yang sangat daksyat mengantarkan manusia pada sebuah kehidupan yang seolah-olah nyaman dan penuh kemapanan. Dengan perkembangan teknologi yang terstruktur sedemikian rupa. Disinilah modernisme dicirikan dengan gerakan rasionalisme yang begitu gencar. Rasionalisme telah menggiring manusia pada sebuah masa pencerahan yang disebut dengan mainstream pemikiran modernisme dan fakta sosialnya disebut modernitas. Setelah berjalan sekian dekade kemapanan dan kenyamanan paham modernisme mendapat kritik dan pergeseran paradigma. Pergeseran pemikiran modernisme itu mendapat kritik yang cukup signifikan yang merupakan mainstream gerakan postmodernisme dengan segala lingkup dan permasalahannya. Disinilah  paper ini akan mencoba memberikan paparan yang komprehensip berkaitan dengan Postmodernisme dan kritik ilmu pengetahuan modern[1].

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah arti dari postmodernisme?
2.      Apakah pengaruh filsafat postmodernisme terhadap pendidikan?
3.      Bagaimanakah implikasi postmodernisme terhadap paradigma pendidikan di Indonesia?

1.3  Tujuan
1.      Dapat menjelaskan arti postmodernisme
2.      Dapat menjelaskan pengaruh filsafat postmodernisme terhadap pendidikan
3.      Dapat menjelaskan implikasi postmodernisme terhadap paradigma pendidikan di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Postmodernisme
            Postmodernisme adalah faham yang berkembang setelah era modern dengan modernisme-nya. Postmodernisme bukanlah faham tunggal sebuah teori, namun justru menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu yang tunggal. Banyak tokoh-tokoh yang memberikan arti postmodernisme sebagai kelanjutan dari modernisme. Namun kelanjutan itu menjadi sangat beragam. Bagi Lyotard dan Geldner, modernisme adalah pemutusan secara total dari modernisme. Bagi Derrida, Foucault dan Baudrillard, bentuk radikal dari kemodernan yang akhirnya bunuh diri karena sulit menyeragamkan teori-teori. Bagi David Graffin, Postmodernisme adalah koreksi beberapa aspek dari moderinisme. Lalu bagi Giddens, itu adalah bentuk modernisme yang sudah sadar diri dan menjadi bijak. Yang terakhir, bagi Habermas, merupakan satu tahap dari modernisme yang belum selesai[2].

2.2 Pengaruh Filsafat Postmodernisme Terhadap Pendidikan
            Berdasarkan ciri menonjol postmodernisme yang mengusung tema pluralitas, heterogenitas serta deferensiasi, maka dapat dilacak dimana letak keterpengaruhan gerakan ini terhadap paradigma pendidikan. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan di lapangan bahwa sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi terdapat sejumlah fakta, di antaranya adalah[3]:   
1)      Muatan kurikulum dan pelaksanaannya oleh para guru cenderung lebih mengutamakan banyaknya materi pelajaran yang diberikan (overload). Guru dibebani target menghabiskan materi. Devinisi keberhasilan proses pendidikan lantas diukur dengan angka-angka kuantitatif, baik angka perolehan ujian maupun persentase kelulusan peserta ujian. Akibatnya pendidikan hanya menjunjung tinggi supremasi otak.
2)      Proses pendidikan berlangsung dalam komunikasi “satu arah” dari guru kepada siswa. Situasi demikian dapat kesempatan untuk menyampaikan kreatifitas berpikir dan sikap siswa. Teori lebih diutamakan sehingga kehilangan keterkaitan aplikasinya dengan dunia nyata.
3)      Birokrasi pengelola pendidikan mempunyai “kekuasaan” yang acapkali bertolak belakang dengan tujuan pendidikan. Memang di zaman kini, penyeragaman tidak lagi menjadi persoalan penting. Di sisi lain, atas nama otonomi pun bisa memunculkan praktik di lapangan yang membebani pengelola langsung di tingkat sekolah.
Selama ini, materi pendidikan seolah hanya diarahkan pada pembentukan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga beban berat pengajaran seringkali diarahkan pada penguasaan pada bidang-bidang tersebut. Padahal dalam perspektif postmodernisme, justru masyarakat modern mengalami degradasi, krisis moral, krisis sosial dan sebagainya, yang dimulai dari dominasi iptek dengan penerapan rasio manusia sebagai ukuran kebenarannya telah mendatangkan persoalan yang cukup berat menimpa masyarakat modern.
Rasio manusia tidak lagi diharapkan dapat memberikan jawaban atas berbagai problem yang muncul dalam masyarakat modern, sehingga proses pendidikan yang  hanya diarahkan pada kepentingan rasio atau nalar rasionalitas justru akan mendatangkan bencana kemanusiaan. Padahal sejak awal diyakini bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai alat untuk memanusiakan manusia. Pengangkatan harkat dan martabat kemanusian tidak hanya dapat dimainkan oleh nalar rasio semata, tetapi harus integratif antara nalar rasional dan nalar spiritual. Dalam konteks ini tidak berlebihan bila dalam konsep pendidikan nasional pengembangan kemampuan anak didik juga diarahkan pada tiga kemampuan dasar yaitu kognitif, afektif serta psikomotorik.  Ketidakmampuan mengembangkan ketiga ranah tersebut akan melahirkan out put pendidikan yang timpang. Itulah sebabnya, proses pendidikan harus dijalankan untuk memainkan ketiga ranah tersebut agar tetap berjalan.
Kritik postmodernisme atas situasi masyarakat modern sebenarnya juga merupakan kritik atas proses pendidikan yang hanya mengedepankan satu aspek dari keseluruhan nilai yang dimiliki manusia.Dalam kondisi yang demikian postmodernisme tampil memberikan berbagai alternatif bagi proses pendidikan yang harus dijalankan. Kritik mendasar postmodernisme terhadap modernisme telah memunculkan berbagai tema-tema penting seperti paralogy atau pluralisme, deferensiasi atau desentralisasi, dekontsruksi atau kritik dasar atas sebuah tatanan, relativisme, dan sebagainya. Tema-tema inilah yang sesungguhnya memberikan peluang baru bagi munculnya model (paradigma) pendidikan yang perlu diselenggarakan oleh negara ataupun masyarakat khususnya di Indonesia.

2.3 Implikasi Postmodernisme Terhadap Paradigma Pendidikan di Indonesia
            Bangsa Indonesia saat ini tengah disibukkan dengan geliat reformasi di segala bidang, termasuk bidang pendidikan. Salah satu upaya yang hendak dilakukan adalah mereformasi sejumlah fakta negatif  pada sistem pendidikan nasional ke arah perbaikan. Menurut Kartono  yang perlu dilakukan  secara mendasar adalah perubahan paradigma antara lain[4]:
a.       Dari pendidikan yang menekankan segi kognitif menuju pendidikan yang menekankan seluruh segi kemanusiaan yang lebih utuh.
b.      Dari pembelajaran yang lebih menekankan keaktifan guru/dosen menuju kepada pembelajaran yang lebih menekankan peserta didik aktif untuk mengembangkan diri dan mengkonstruksi pengetahuan mereka. Secara sistematis telah diperkenalkan metodologi CTL (Contextual Teaching & Learning) yang memungkinkan guru cermat membangun pengalaman bagi siswa.
c.       Dari pendidikan yang hanya memperhatikan hasil akhir menuju pendidikan yang menghargai proses dan memperhatikan perkembangan peserta didik. Kejujuran sebagai bagian dari proses perlu menjadi perhatian dalam pendidikan di jenjang manapun.
d.      Dari kurikulum yang berorientasi pada banyaknya materi menuju kepada kurikulum yang memperhatikan konsep dasar, tantangan zaman, dan juga kebutuhan lokal. Ada peluang untuk memilih materi yang sesuai konteks setempat.
e.       Dari pendidikan yang hanya dikelola oleh sekolah/institusi menuju pendidikan yang dikelola dan menjadi tanggung jawab sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
f.       Dari pendidikan yang dikelola secara sentralistik dan otoriter menuju pendidikan yang lebih desentralistik, otonom, demokratis, dan dialogal.
g.      Dari pendidikan yang membedakan gender menuju kepada pendidiokan yang lebih menghargai semua gender baik perempuan maupun laki-laki.
h.      Dari pendidikan yang diasingkan dari masyarakat menuju pendidikan yang peka dan kritis terhadap masyarakat.
i.        Dari pendidikan yang mengakibatkan orang hidup eksklusif menuju pendidikan yang membantu setiap orang menjadi saudara, sesama, sahabat yang dapat bekerja sama membangun dirinya  yang damai dan maju.
Adapun ikhtiar  untuk merealisasikan paradigm tersebut antara lain diawali  dengan dibentuknya Komite Reformasi Pendidikan (KRP) yang bertugas untuk menyempurnakan Undang-Undang No 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain mempersiapkan RUU Sistem Pendidikan Nasional, KRP juga akan menyiapkan aturan pelaksanaannya dengan beberapa argumentasi berikut[5]:
a)      dengan mengesampingkan bahwa UUSPN adalah produk pemerintahan Orde Baru, dalam 10 tahun usianya sejak disahkan 27 Maret 1989, muatan UU tersebut dianggap sudah kadaluwarsa. Maksudnya, perkembangan terakhir menunjukkan banyak sekali substansi muatan UU tersebut yang dirasa berbagai kalangan tidak lagi akomodatif bagi kepentingan perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan nasional. Semangat sentralistik yang dianut UU tersebut dalam mengelola pendidikan nasional, selain menjadikan praktik pendidikan nasional sebagai sub-ordinat kekuasaan, juga dirasakan tidak mampu lagi menjawab tantangan kekinian dan kemasadepanan.
b)      Mau tidak mau, kelahiran UU No. 22/2999 tentang Pemerintah Daerah (UUPD) dalam beberapa hal mesti berbenturan dengan muatan UUSPN. Dimana UU tersebut mengisyaratkan adanya kewenangan penuh bagi daerah untuk mengelola daerahnya secara mandiri. Terlebih-lebih diketahui, pemerintah pusat tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengelola pendidikan nasional karena Pasal 11 ayat 2 UUPD menyatakan bahwa satu diantara 11 kewenangan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah sebagai daerah otonom adalah pendidikan dan kebudayaan.
c)      Menurut Francis Wahono dalam artikelnya “Kapitalisme Pendidikan Antara Kompetensi dan Keadilan” disebutkan bahwa  dari berbagai kajian hasil Konferensi Asia Pasifik mengenai pelaksanaan Education for All (EFA) yang berlangsung di Bangkok, Thailand pada 17-20 Januari tampak jelas bahwa ada persoalan serius dalam hal pembiayaan pendidikan nasional masing-masing negara, dimana kenaikan nasional setiap negara  untuk pendidikan (dasar) cenderung menurun lima tahun terakhir. Bantuan internasional memang naik 3,8 milyar dollar pada 1985, namun kemudian berhenti. Artinya, negara-negara donor gagal memenuhi komitmennya memberi 0,7 % GNP-nya guna membantu negara-negara berkembang, sehingga target alokasi 20 % untuk sektor pembangunan sosial terpenuhi. Sementara anggaran untuk pendidikan di Indonesia, pada tahun 1998/1999 berkisar 8 %  dan telah menurun menjadi 6 % pada tahun 1999/2000. Anggaran pendidikan yang kecil tersebut sampai sekarang belum mencapai 20 % meskipun sudah memasuki tahun 2009.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Postmodernisme adalah faham yang berkembang setelah era modern dengan modernisme-nya. Postmodernisme bukanlah faham tunggal sebuah teori, namun justru menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu yang tunggal.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan di lapangan bahwa sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi terdapat sejumlah fakta, di antaranya adalah:
·         Muatan kurikulum dan pelaksanaannya oleh para guru cenderung lebih mengutamakan banyaknya materi pelajaran yang diberikan (overload).
·         Proses pendidikan berlangsung dalam komunikasi “satu arah” dari guru kepada siswa.
·         Birokrasi pengelola pendidikan mempunyai “kekuasaan” yang acapkali bertolak belakang dengan tujuan pendidikan.
Salah satu upaya yang hendak dilakukan adalah mereformasi sejumlah fakta negatif  pada sistem pendidikan nasional ke arah perbaikan. Menurut Kartono  yang perlu dilakukan  secara mendasar adalah perubahan paradigma antara lain :
·         Dari pendidikan yang menekankan segi kognitif menuju pendidikan yang menekankan seluruh segi kemanusiaan yang lebih utuh.
·         Dari pembelajaran yang lebih menekankan keaktifan guru/dosen menuju kepada pembelajaran yang lebih menekankan peserta didik aktif untuk mengembangkan diri dan mengkonstruksi pengetahuan mereka
·         Dari pendidikan yang hanya memperhatikan hasil akhir menuju pendidikan yang menghargai proses dan memperhatikan perkembangan peserta didik.
·         Dll


3.2 Daftar Pustaka
            Ismail, Mohammad. 2013. Postmodernisme dan Kritik Ideologis Terhadap Ilmu Pengetahuan. (Online). Tersedia: http://mohismaiel.blogspot.com/2013/06/postmodernisme-dan-kritik-edeologis_22.html (17 Desember 2013).
Mahbubah, Ainul. 2013. Filsafat Postmodernisme Tentang Pendidikan dan Kurikulum. (Online). Tersedia: http://banjirembun.blogspot.com/2013/10/filsafat-postmodernisme-tentang.html (17 Desember 2013).



[1] Mohammad Ismail, Postmodernisme dan Kritik Ideologis Terhadap Ilmu Pengetahuan, Diakses Dari http://mohismaiel.blogspot.com/2013/06/postmodernisme-dan-kritik-edeologis_22.html (Akses 17 Desember 2013)
[3] Ainul Mahbubah, Filsafat Postmodernisme Tentang Pendidikan dan Kurikulum, Diakses Dari http://banjirembun.blogspot.com/2013/10/filsafat-postmodernisme-tentang.html (Akses 17 Desember 2013)
[4] Ibid.
[5] Ibid.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar